PROFESI NOTARIS SEBAGAI PEJABAT UMUM DI INDONESIA SERTA PERSYARATAN DAN RUANG LINGKUPNYA
Oleh : Notaris Rini Martini Dahliani. SH. Mkn
Ketua Lembaga Keterampilan Hukum,
Disampaikan pada Pertemuan ke-1
Pendidikan LKH tanggal 19 Juni 2012
Di Perguruan Budi Asih, Manggarai, Jaksel
I. P E N D A H U L U A N
Lembaga Notariat sebagaimana
yang kita kenal saat ini berasal dari Negeri Belanda dan dibawa masuk ke
Indonesia sejak Belanda menjajah Indonesia.
Pada permulaan abad ke 17,
tepatnya tanggal 27 Agustus tahun 1620, untuk pertama kalinya Notaris di
Indonesia yang berkedudukan di Jakarta adalah MELCHIOR KERCHEM yang diangkat langsung oleh Gubernur Jendral
JAN PIETERSZOON COEN.
Maksud dan tujuan membawa lembaga Notariat ke Indonesia , adalah untuk memenuhi
kebutuhan akan alat bukti yang otentik yang sangat diperlukan guna mengamankan
hak dan kepentingan yang timbul, karena adanya transaksi-transaksi dagang yang
mereka lakukan.
Jadi pada mulanya Lembaga
Notariat ini diperuntukkan bagi bangsa Belanda dan Golongan Eropa lainnya serta
golongan Bumi Putera yang karena undang-undang
maupun karena sesuatu ketentuan dinyatakan tunduk pada hukum yang
berlaku untuk golongan Eropa dalam bidang hukum Perdata, atau menundukkan diri
pada Bugerlijk Wetboek (BW) atau umumnya disebut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata.
Tiga bulan setelah pengangkatan
Notaris pertama tersebut diatas, tepatnya tanggal 12 Nopember 1620, Gub.Jend.
JP Coen, untuk pertama kalinya mengeluarkan Surat Keputusan tentang Jabatan
Notaris, yang pada pokoknya memuat, antara lain :
“ Jabatan Notaris Publik adalah
Jabatan yang Mandiri; terlepas dari Kepaniteraan Pengadilan “.
Kelanjutan dari Keputusan ini,
maka pada tanggal 16 Juni 1625, keluarlah Instruksi pertama untuk para Notaris
di Indonesia yang memuat 10 Pasal, satu diantaranya memuat ketentuan :
“ Bahwa Notaris sebelum praktek,
terlebih dahulu DIAMBIL SUMPAHNYA ”.
Sesuai perkembangan zaman,
Instruksi untuk para notaris mengalami beberapa kali perubahan, antara lain
pada tanggal 11 Januari 1860 Stbl.1860 Nomor 3 menggantikan Stbl.1822 No. 11,
maka untuk mengatur Jabatan Notaris di Indonesia berlakulah
“ Reglement Op Het Notaris Ambt
in Indonesia “ yang hingga saat ini
masih berlaku, yang sehari-hari kita menyebutnya
“ PERATURAN JABATAN NOTARIS DI
INDONESIA “ yang disingkat PJN.
Namun pada tanggal 15 September
2004 PJN mengalami perubahan, dengan terbentuknya Undang-undang Jabatan Notaris
di Indoneasia, akan tetapi mengingat UU tersebut belum mendapat pengesahan oleh
presiden RI, oleh karena itu saya belum dapat menjelaskannya pada kesempatan
ini.
II. BATASAN PENGERTIANNYA
- Definisi Otentik yang termuat dalam pasal 1 PJN, menyatakan bahwa
NOTARIS adalah :
“ Pejabat Umum
yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum
atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta
otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan asli aktanya, dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh
suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
atau orang lain “.
Dari definisi
tersebut diatas, dapat kita temukan beberapa unsur , antara lain :
a.
Bahwa
Notaris adalah PEJABAT UMUM.
b.
Yang
satu-satunya berwenang membuat AKTA OTENTIK.
c.
Mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
d.
Menjamin
kepastian tanggalnya.
e.
Menyimpan
aktanya.
f.
Memberikan
Grosse, salinan dan kutipannya.
g.
Kesemuanya
itu sebegitu jauh pembuatan akta itu oleh satu peraturan umum tidak pula
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
A. NOTARIS adalah PEJABAT UMUM
Yang dimaksud dengan
Pejabat Umum disini bukanlah Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Seorang menjadi
pejabat umum apabila ia diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi
wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu, karena itu
ia ikut serta melaksanakan kewibawaan (gezag) dari pemerintah.
Dalam jabatannya
tersimpul suatu sifat atau ciri khas yang membedakannya dari jabatan-jabatan
lainnya dalam masyarakat, sekalipun untuk menjalankan jabatan-jabatan lainnya
kadang-kadang diperlukan juga pengangkatan atau izin dari pemerintah; misal :
Pengacara, Dokter yang mana sifat dari pengangkatan itu sesungguhnya pemberian
izin atau pemberian wewenang yang merupakan lisensi untuk menjalankan sesuatu
jabatan dan tidak mempunyai sifat sebagai Pejabat Umum, karena mereka tidak
melaksanakan sesuatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan (gesag) dari
pemerintah. Mereka orang-orang swasta yang hanya terikat pada
peraturan-peraturan mengenai jabatannya dan selanjutnya mereka bebas dalam
menjalankan profesinya, boleh memilih sendiri tempat dimana mereka bekerja,
tidak terikat peraturan cuti dan peraturan Administrasi yang ketat berhubungan
dengan pekerjaannya.
Lalu Apa dan Siapa yang dimaksud
dengan Pejabat Umum ?
Apakah Pejabat Umum mempunyai
kedudukan yang sama dengan Pegawai Negeri ?
Tidak, karena ada
perbedaan antara Pejabat Umum dan Pegawai Negeri biasa yang diatur dalam
perundang-undangan Pegawai Negeri. Meskipun Pegawai Negeri sebagai pejabat juga
mempunyai tugas untuk melayani umum tetapi bukan pejabat umum dalam arti pasal
1868 BW, yang berhak membuat akta otentik, kecuali Akta Kelahiran, Akta
Perkawinan dan Kematian dibuat oleh pegawai Pemerintah Daerah, yang disamping
tugasnya sebagai Pegawai Negeri juga sebagai Pejabat umum dalam arti pasal 1868
BW.
Oleh karenanya peraturan dan
perundang-undangan mengenai pegawai negeri tidak berlaku untuk Notaris dan
segala sesuatu mengenai profesi notaris diatur dalam peraturan tersendiri,
notaris tidak menerima gaji atau pensiun dan tidak ada suatu perhubungan kerja
dengan pemerintah.
Dengan demikian notaris juga
dapat kita sebut sebagai orang swasta biasa, akan tetapi harus kita pikir lebih
lanjut karena pada jabatan ini melekat banyak wewenang dan kewajiban-kewajiban
yang penting yang tidak kita jumpai pada orang swasta biasa; misal : Pasal 50
PJN disebutkan “ Notaris wajib
menjunjung tinggi martabat jabatannya. Dalam praktek tidak dibenarkan
menjalankan usaha-usaha dagang atau aktif menjalankan kegiatan perseroan
seperti Direktur Utama, atau menjalankan profesi lain yang tidak sesuai dengan
profesi notaris, bahkan tidak patut untuk membuat reklame untuk kantornya,
seperti iklan di surat kabar atau dengan cara lain menarik publik guna
kepentingan materiil”.
Mengingat apa yang diuraikan
diatas, maka notaris tidak dianggap sebagai seorang swasta biasa, yang bebas
melakukan tindakan hukum asal tidak melanggar hukum , karena dalam kedudukannya
ia harus selalu mengingat dan memperhatikan Etik yang melekat pada jabatannya.
Kiranya bukanlah tidak ada
artinya syarat untuk diangkat menjadi notaris seperti Pasal 13 PJN, antara lain
bahwa kandidat notaris harus menunjukan surat keterangan berkelakuan baik
selama 4 tahun terakhir
Karena itu menurut kami notaris
mempunyai kedudukan sebagai pejabat yang semi official, jadi tidak semata-mata
orang swasta.
Kita perlu memperhatikan kembali
tentang sumber atau dasar hukum dari PJN ini; yang tidak lain adalah pasal 1868
KUH Perdata.
Pasal 1868 KUH Perdata,
menyatakan bahwa : “ Suatu Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam
bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang, dibuat oleh atau yang berwenang
untuk itu, ditempat dimana akta itu dibuat”
Pasal ini sama sekali tidak
menjelaskan tentang :
-
Siapa
yang dimaksud dengan Pejabat Umum ?
-
Sampai
dimana batas-batas wewenangnya ?
-
Dimana
ia berwenang sedemikian itu ?
-
Dan
Bagaimana bentuknya yang telah ditentukan menurut hukum ?
Oleh karena pasal 1868 KUH
Perdata belum jelas dan belum lengkap mengatur tentang Siapa yang dimaksud
dengan Pejabat Umum itu; maka pembuat undang-undang berkewajiban untuk
melengkapinya dengan peraturan perundang-undangan untuk mengatur lebih lanjut
tentang hal tersebut.
Untuk memenuhi hal inilah,
pembuat undang-undang kemudian mengadakan PJN untuk mengaturnya.
Dengan demikian PJN merupakan
PERATURAN PELAKSANAAN dari Pasal 1868 KUH Perdata itu;
Dan oleh karena itu, yang
dimaksud dengan Pejabat Umum dalam pasal 1868 KUH Perdata itu adalah NOTARIS,
yang didefinisi otentiknya termuat dalam pasal 1 PJN.
Disinilah letak hubungan pasal 1
PJN dengan Pasal 1868 KUH Perdata.
B. AKTA OTENTIK
Menurut ketentuan
Pasal 1868 KUH Perdata tersebut diatas tentang definisi akta otentik, kita
menemukan tiga unsur yang sangat prisipil, yaitu :
a. Dibuat dalam bentuk menurut ketentuan
undang-undang.
b.
Dibuat
oleh atau dihadapan Pejabat Umum.
c.
Pejabat
Umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat.
Untuk itu Akta-akta yang dibuat
dengan tidak memenuhi ketentuan pasal 1868 KUH Perdata BUKAN AKTA OTENTIK atau
“ AKTA DIBAWAH TANGAN “.
Baik Akta Otentik maupun dibawah
tangan, keduanya merupakan alat bukti tertulis, perbedaannya terletak pada
kekuatannya sebagai alat bukti.
AKTA
OTENTIK :
Merupakan alat bukti yang
sempurna, yang memberikan diantara para pihak termasuk para ahli warisnya atau
orang yang mendapat hak para pihak itu suatu BUKTI YANG SEMPURNA tentang apa
yang diperbuat/dinyatakan di dalam akta itu.
Ini berarti mempunyai kekuatan
bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga
tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim merupakan “ BUKTI WAJIB / KEHARUSAN
‘.
Oleh karena itu Akta Otentik
mempunyai kekuatan pembuktian, baik LAHIRIAH, FORMIL maupun MATERIIL.
C. “…………. Semua
perbuatan, perjanjian dan penetapan yang
diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang
berkepentingan”.
Dari unsur ini
kiranya dapat dimengerti bahwa akta-akta yang dibuat oleh dan/atau dihadapan
Notaris itu adalah terbatas pada hal-hal yang menyangkut bidang hukum perdata,
dengan catatan bahwa apa yang dikehendaki oleh yang berkepentingan itu haruslah
berdasarkan undang-undang atau peraturan hukum positif.
D. “………… menjamin kepastian tanggalnya “
Akta otentik dibuat
oleh atau dihadapan Pejabat Umum yang berwenang, yang menjamin akan kebenaran
tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta yang bersangkutan menurut kenyataan.
E. “….. menyimpan aktanya “.
Para Notaris
diharuskan untuk menyimpan Asli ( Minuta ) akta-akta dengan cermat/seksama
ditempat yang patut dan aman.
F. “……. memberikan Grosse, salinan dan
kutipannya “.
Notaris dihadapan
siapa akta dibuat, penggantinya dan pemegang yang sah dari minuta-minutanya,
berhak untuk memberikan Grosse, salinan atau kutipannya dari akta itu “.
G. “…..
Kesemua itu sebegitu jauh pembuatan akta itu oleh satu peraturan umum tidak pula
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain “.
Ada
Akta Otentik yang hanya Notaris yang berwenang membuatnya, ada yang dapat
dibuat oleh Notaris atau Pejabat Umum Lain, seperti Akta Pengakuan Anak yang
lahir diluar Kawin dapat dibuat pula selain oleh Notaris juga oleh Pegawai
Catatan Sipil dan Akta yang hanya dapat dibuat oleh Pejabat umum lain selain
Notaris, yaitu akta-akta yang bertalian dengan catatan sipil, seperti Akta
Kelahiran, dll.
Jadi Pekerjaan Notaris antara lain :
Membuat Akta
Otentik, menyimpan minutanya, nenberikan Grosse, salinan dan petikannya,
disamping itu juga melakukan pendaftaran atas akta-akta/ surat dibawah tangan (
Waarmerken ) dan melegalisir / mensahkan tanda tangan atas akta / surat dibawah
tangan; juga membuat dan mensahkan salinan atau turunan berbagai dokumen;
membuat keterangan hak waris; terutama
dalam masalah hukum perdata, sepanjang diperlukan dan bertalian dengan akta
yang akan atau sedang atau telah dibuatnya.
PERBEDAAN ANTARA AKTA DIBAWAH TANGAN, WAARMERKEN DAN
LEGALISASI.
Tentang perbedaan dalam kekuatan bukti antara Akta
Otentik dengan Akta
dibawah tangan, antara lain :
-
Akta Otentik tidak perlu pembuktian, karena mempunyai
kekuatan pembuktian, baik secara formil maupun secara materiil, jadi dengan
lain perkataan pembuktian itu dianggap melekat pada akta itu, bagi hakim
merupakan “verlicht bewijs”.
-
Akta dibawah tangan hanya mempunyai kekuatan bukti
materiil jika setelah dibuktikan kekuatan formil dan kekuatan formil itu baru
terjadi sesudah pihak-pihak yang bersangkutan, mengakui akan kebenaran isi dan
cara dibuatnya akta itu, bagi hakim merupakan suatu “vrij bewijs”.
Kelebihan Akta otentik dengan Akta dibawah tangan adalah bahwa dalam Akta
otentik yang dibuat dihadapan seorang notaris, misalnya mengenai Pengakuan Hutang,
jika diperlukan mempunyai kekuatan Eksekutorial.
Sedangkan mengenai Pengakuan Hutang dari satu pihak kepada pihak lain yang
dibuat dengan akta secara dibawah tangan dapat dilihat pada pasal 1878 BW dan
pasal 4 Ordonansi tanggal 14 Maret 1867 (stbld 1867 no 29) yang pada pokoknya
diatur bahwa akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan bukti jika jumlah
hutang itu di tulis seluruhnya dan ditandatangani oleh orang yang bersangkutan,
Debitur atau paling tidak harus ditandatangani dan di tulis oleh orang itu
suatu persetujuan yang memuat jumlah yang menjadi/ merupakan hutangnya itu.
Jika hal itu tidak terpenuhi, maka apabila perjanjian itu dipungkiri akta
yang demikian hanya dapat diterima sebagai suatu permulaan “pembuktian dengan
tulisan”.
Waarmerken ada 2 macam menurut Ordonansi stbl 1916-46, antara lain :
a.
Seseorang memberikan kepada Notaris akta yang sudah
ditandatangani. Dalam hal ini Notaris tidak lain hanya dapat memberi Waarmerken
yang disebut oleh de Bruijn verklaring van visum dan
yang hanya memberikan tanggal pasti atau date certain waarmerken secara
demikian tidak mengatakan sesuatu mengenai siapa yang menandatangani dan apakah
penandatanganan memahami isi akta.
b.
Akta dibawah tangan yang belum ditandatangani diberikan
kepada notaris dan dihadapan notaris ditandatangani oleh orangnya, setelah isi
akta dijelaskan oleh notaris kepadanya.
LEGALISASI
adalah suatu tindakan hukum yang harus memnuhi beberapa syarat, yaitu :
- Bahwa notaris mengenal orang yang membubuhkan tandatanganya.
- Bahwa isi akta itu diterangkan dan dijelaskan kepada orangnya;
- Bahwa kemudian orang itu membubuhkan tandatangannya dihadapan notaris.
Jadi kekuatan legalisasi terletak pada pembubuhan tandatangan dan cap
jempol dihadapan Notaris.
III. PEKERJAAN,
KEWAJIBAN dan TANGGUNG JAWAB
NOTARIS.
Pekerjaan Notaris adalah :
Membuat Akta
Otentik, menyimpan minutanya, memberi
Grosse, salinan dan petikannya,
disamping itu juga melakukan
pendaftaran atas akta-akta/surat
dibawah tangan
(Waarmerken) dan
melegalisir/mensahkan tanda tangan atas akta/surat dibawah tangan; juga membuat
dan mensahkan salinan atau turunan berbagai dokumen; membuat keterangan hak
waris; memberikan nasehat hukum dan penjelasan-penjelasan kepada pihak/pihak-pihak,
terutama dalam masalah hukum perdata, sepanjang diperlukan dan bertalian dengan
akta yang akan atau sedang atau telah dibuatnya.
Kewajiban Notaris
Dalam melaksanakan
tugasnya Notaris wajib :
-
Memberikan jasanya, bila diminta oleh yang berkepentingan.
-
Menyimpan
dan memelihara secara cermat protokolnya serta protokol-protokol notaris lain
yang dipercayakan penyimpanannya oleh yang berwenang.
-
Memberikan
laporan secara periodik kepada yang berwenang, yaitu
Departemen Kehakiman Republik Indonesia, tentang Surat Wasiat yang dibuatnya,
juga kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat dimana notaris tersebut berkantor,
tentang akta-akta yang pernah dibuatnya.
-
Merahasiakan
sesuatu yang bertalian dengan jabatannya.
hal
ini adalah sesuai dengan sumpah jabatan notaris.
Tanggung Jawab Notaris
Bila akta yang
dibuat oleh Notaris terbukti cacat
Yuridis yang semata-mata disebabkan karena kesalahan notaris tersebut, sehingga
karenanya akta itu kemudian dinyatakan TIDAK OTENTIK atau TIDAK SAH, maka
notaris yang bersangkutan harus bertanggung jawab, baik kepada Pemerintah yang
mengangkatnya maupun terhadap kliennya.. Hukuman mulai dengan DIPERINGATKAN/
TEGORAN sampai pemecatan, sedang bentuk tanggung jawab terhadap kliennya bisa
berupa pemberian ganti rugi sepanjang klien tersebut terbukti menderita
kerugian yang disebabkan adanya kesalahan yang dibuat oleh notaris.
IV OTENTISITEIT AKTA
Otentisiteit akta
notaris bersumber dari pasal 1 PJN juncto pasal 1868 KUH Perdata.
Dimana suatu akta
baru memperoleh stempel otentisiteit, bila:
a.
Akta
dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
b.
Akta
harus dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum.
c.
Pejabat
itu haruslah mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.
V. PENUTUP
1. Notaris adalah Pejabat Umum yang dimaksud
Pasal 1868 KUH Perdata, yang kehadirannya sangat dibutuhkan sebagai konsekuensi
logis dari meningkat dan berkembangnya kegiatan dalam bidang hukum perdata
serta transaksi dalam dunia perniagaan yang memerlukan bukti otentik.
2. Notaris dalam melaksanakan tugas
pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya wajib memenuhi
formalitas-formalitas yang telah ditentukan dalam undang-undang sebagaimana
diatur dalam PJN dan juga dalam Kode Etik Notaris.
Formalitas-formalitas
mana merupakan keharusan yang wajib ditaati oleh setiap notaris.
3. Pelanggaran atas formalitas-formalitas
yang telah ditentukan oleh undang-undang dapat mengakibatkan :
·
hilangnya
stempel otentisitas dari akta tersebut;
·
malapetaka
bagi notaris yang bersangkutan;
·
rusaknya
citra serta wibawa notaris.
4. Tidak diragukan lagi bahwa dalam
pembuatan akta-akta otentik, notaris
memegang peranan yang sangat menentukan Mengingat semakin kompleksnya
permasalahan/persoalan yang dihadapi para pihak yang berkepentingan untuk
mendudukan persoalannya dengan menggunakan jasa-jasa notaris. Hal mana juga
berarti semakin kompleksnya persoalan hukum yang akan dihadapi notaris untuk
mendapatkan pemecahannya.
5. Kiranya pendidikan Notariat yang
dilaksanakan melalui perguruan tinggi dengan disertai program magang yang lebih intensif akan merupakan awal dalam
memperoleh disiplin, ketrampilan dalam ilmu notariat.
No comments:
Post a Comment