UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG JABATAN
NOTARIS
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan
kebenaran dan keadilan;
b.
bahwa
untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat
bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau
perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu;
c.
bahwa
notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi
dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan
jaminan demi tercapainya kepastian hukum;
d.
bahwa
jasa notaris dalam proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu
kebutuhan hukum masyarakat;
e.
bahwa
Reglement op Het Notaris Ambt in
Indonesie (Stb. 1860:3) yang mengatur
mengenai jabatan notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan
kebutuhan masyarakat;
f.
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Jabatan Notaris;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 24 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN
RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG JABATAN NOTARIS.
BAB I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2.
Pejabat
Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris
untuk menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia,
diberhentikan, atau diberhentikan sementara.
3.
Notaris
Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk
menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan
menjalankan jabatannya sebagai Notaris.
4.
Notaris
Pengganti Khusus adalah seorang yang diangkat sebagai Notaris khusus untuk
membuat akta tertentu sebagaimana disebutkan dalam surat penetapannya sebagai
Notaris karena di dalam satu daerah kabupaten atau kota terdapat hanya seorang Notaris, sedangkan Notaris yang bersangkutan menurut
ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh membuat akta dimaksud.
5.
Organisasi
Notaris adalah organisasi profesi jabatan notaris yang berbentuk perkumpulan
yang berbadan hukum.
6.
Majelis
Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
7.
Akta
Notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
8.
Minuta
Akta adalah asli Akta Notaris.
9.
Salinan
Akta adalah salinan kata demi kata dari seluruh akta dan
pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa "diberikan sebagai salinan
yang sama bunyinya".
10.
Kutipan
Akta adalah kutipan kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta dan
pada bagian bawah kutipan akta tercantum frasa "diberikan sebagai kutipan".
11.
Grosse
Akta adalah salah satu salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", yang mempunyai
kekuatan eksekutorial.
12.
Formasi
Jabatan Notaris adalah penentuan jumlah Notaris yang dibutuhkan pada suatu
wilayah jabatan Notaris.
13.
Protokol
Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan
dan dipelihara oleh Notaris.
14.
Menteri
adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang kenotariatan.
BAB II
PENGANGKATAN
DAN PEMBERHENTIAN NOTARIS
Bagian Pertama Pengangkatan Pasal 2
Notaris
diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
Pasal 3
Syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a.
warga
negara Indonesia;
b.
bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
berumur
paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d.
sehat
jasmani dan rohani;
e.
berijazah
sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;
f.
telah
menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam
waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa
sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah
lulus strata dua kenotariatan; dan
g.
tidak
berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang
memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan
jabatan Notaris.
Pasal 4
(1)
Sebelum
menjalankan jabatannya, Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya
di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2)
Sumpah/janji
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut:
"Saya
bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan patuh dan setia kepada
Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan
perundang-undangan lainnya.
bahwa saya akan menjalankan
jabatan saya dengan amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
bahwa
saya akan menjaga sikap,
tingkah laku saya,
dan akan menjalankan
kewajiban saya sesuai
dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat, dan
tanggung jawab saya sebagai Notaris. bahwa saya
akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan
jabatan saya.
bahwa saya untuk dapat diangkat dalam
jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih
apa pun, tidak pernah dan tidak akan memberikan
atau menjanjikan sesuatu kepada siapa pun."
Pasal
5
Pengucapan
sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dalam
waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan pengangkatan sebagai Notaris.
Pasal
6
Dalam
hal pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5, keputusan pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh
Menteri.
Pasal
7
Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris, yang bersangkutan wajib:
a.
menjalankan
jabatannya dengan nyata;
b.
menyampaikan
berita acara sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Daerah; dan
c.
menyampaikan
alamat kantor, contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan
Notaris berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab
di bidang agraria/pertanahan, Organisasi Notaris, ketua pengadilan
negeri, Majelis Pengawas Daerah, serta bupati atau walikota di tempat Notaris
diangkat.
Bagian Kedua Pemberhentian
Pasal
8
(1)
Notaris
berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena:
a.
meninggal
dunia;
b.
telah
berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c.
permintaan
sendiri;
d.
tidak
mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris
secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e.
merangkap
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf g.
(2)
Ketentuan
umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat diperpanjang sampai
berumur 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbangkan kesehatan yang
bersangkutan.
Pasal
9
(1)
Notaris
diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
a.
dalam
proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;
b.
berada
di bawah pengampuan;
c.
melakukan
perbuatan tercela; atau
d.
melakukan
pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
(2)
Sebelum
pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Notaris
diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara
berjenjang.
(3)
Pemberhentian
sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat.
(4)
Pemberhentian
sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 10
(1)
Notaris
yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a atau huruf b dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
setelah dipulihkan haknya.
(2)
Notaris
yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf c atau huruf d dapat diangkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri
setelah masa pemberhentian sementara berakhir.
Pasal 11
(1)
Notaris
yang diangkat menjadi pejabat negara wajib mengambil cuti.
(2)
Cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Notaris memangku jabatan
sebagai pejabat negara.
(3)
Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menunjuk Notaris Pengganti.
(4)
Apabila
Notaris tidak menunjuk Notaris Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Majelis Pengawas Daerah menunjuk Notaris lain untuk menerima Protokol Notaris
yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Notaris yang diangkat menjadi
pejabat negara.
(5)
Notaris
yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pemegang sementara
Protokol Notaris.
(6)
Notaris
yang tidak lagi menjabat sebagai pejabat negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protokol
Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kembali kepadanya.
Pasal 12
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri
atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila:
a.
dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.
berada
di bawah pengampuan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
c.
melakukan
perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan
Notaris; atau
d.
melakukan
pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Pasal 13
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi
pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
Pasal
14
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan
pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,
Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB
III
KEWENANGAN,
KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Pertama Kewenangan
Pasal
15
(2)
|
Notaris berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan
akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang. Notaris berwenang pula :
a.
mengesahkan
tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan
mendaftar dalam buku khusus;
b.
membukukan
surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c.
membuat
kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d.
melakukan
pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e.
memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f.
membuat
akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. membuat
akta risalah lelang.
(3)
|
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan
ayat (2), Notaris
mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian
Kedua Kewajiban
Pasal 16
(1)
Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban:
a.
bertindak
jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang
terkait dalam perbuatan hukum;
b.
membuat
akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari Protokol Notaris;
c.
mengeluarkan
Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d.
memberikan
pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan
untuk menolaknya;
e.
merahasiakan
segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang
diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali
undang-undang menentukan lain;
f.
menjilid
akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang
memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu
buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat
jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g.
membuat
daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar
atau tidak diterimanya surat berharga;
h.
membuat
daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta
setiap bulan;
i. mengirimkan daftar akta sebagaimana
dimaksud dalam huruf h atau
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap
bulan berikutnya;
daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap
bulan berikutnya;
j. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
k.
mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada
ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang
bersangkutan;
l. membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi dan
ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
m. menerima magang calon Notaris.
(2) Menyimpan Minuta Akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b
tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk
originali.
tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk
originali.
(3) Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta:
a.
pembayaran
uang sewa, bunga, dan pensiun;
b.
penawaran
pembayaran tunai;
c.
protes
terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d.
akta
kuasa;
e.
keterangan
kepemilikan; atau
f.
akta
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)
Akta
originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani
pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta
tertulis kata-kata "berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk
semua".
(5)
Akta
originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat
dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
(6)
Bentuk
dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(7)
Pembacaan
akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta
tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan
memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup
akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
(8)
Jika
salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat (7)
tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan.
(9)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.
Bagian
Ketiga Larangan
Pasal 17
Notaris
dilarang:
a.
menjalankan
jabatan di luar wilayah jabatannya;
b.
meninggalkan
wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut
tanpa alasan yang sah;
c.
merangkap
sebagai pegawai negeri;
d.
merangkap
jabatan sebagai pejabat negara;
e.
merangkap
jabatan sebagai advokat;
f.
merangkap
jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta;
g.
merangkap
jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
h.
menjadi
Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama,
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat jabatan Notaris.
BAB
IV
TEMPAT
KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS
Bagian
Pertama Kedudukan
Pasal
18
(1)
Notaris
mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota.
(2)
Notaris
mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat
kedudukannya.
Pasal 19
(1)
Notaris
wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
(2)
Notaris
tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya.
Pasal 20
(1)
Notaris
dapat menjalankan jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan kemandirian dan ketidakberpihakan dalam
menjalankan jabatannya.
(2)
Bentuk
perserikatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para
Notaris berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kedua Formasi Jabatan Notaris
Pasal 21
Menteri berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan
usul dari Organisasi Notaris.
Pasal 22
(1)
Formasi
Jabatan Notaris ditetapkan berdasarkan:
a.
kegiatan
dunia usaha;
b.
jumlah
penduduk; dan/atau
c.
rata-rata
jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan Notaris setiap bulan.
(2)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga Pindah Wilayah Jabatan
Notaris
Pasal 23
(1)
Notaris
dapat mengajukan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris secara tertulis
kepada Menteri.
(2)
Syarat
pindah wilayah jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3
(tiga) tahun berturut-turut melaksanakan tugas jabatan
pada daerah kabupaten atau kota tertentu tempat kedudukan Notaris.
(3)
Permohonan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat rekomendasi dari
Organisasi Notaris.
(4)
Waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang
telah dijalankan oleh Notaris yang bersangkutan.
(5)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara permohonan pindah wilayah jabatan Notaris
diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal
24
Dalam keadaan tertentu atas permohonan Notaris
yang bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang Notaris dari satu wilayah
jabatan ke wilayah jabatan lain.
BAB V
CUTI NOTARIS DAN NOTARIS PENGGANTI
Bagian
Pertama Cuti Notaris
Pasal
25
(1)
Notaris
mempunyai hak cuti.
(2)
Hak
cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris
menjalankan jabatan selama 2 (dua) tahun.
(3)
Selama
menjalankan cuti, Notaris wajib menunjuk seorang Notaris Pengganti.
Pasal
26
(1)
Hak
cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat diambil setiap
tahun atau sekaligus untuk beberapa tahun.
(2)
Setiap
pengambilan cuti paling lama 5 (lima) tahun sudah termasuk perpanjangannya.
(3)
Selama
masa jabatan Notaris jumlah waktu cuti keseluruhan paling lama 12 (dua belas)
tahun.
Pasal
27
(1)
Notaris
mengajukan permohonan cuti secara tertulis disertai usulan penunjukan Notaris
Pengganti.
(2)
Permohonan
cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pejabat
yang berwenang, yaitu:
a.
Majelis
Pengawas Daerah, dalam hal jangka waktu cuti tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b.
Majelis
Pengawas Wilayah, dalam hal jangka waktu cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai
dengan 1 (satu) tahun; atau
c.
Majelis
Pengawas Pusat, dalam jangka waktu cuti lebih dari 1 (satu) tahun.
(3)
Permohonan
cuti dapat diterima atau ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan izin
cuti.
(4)
Tembusan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan kepada
Majelis Pengawas Pusat.
(5)
Tembusan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan kepada
Majelis Pengawas Daerah dan Majelis Pengawas
Wilayah.
Pasal 28
Dalam keadaan mendesak, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis
lurus dari Notaris dapat mengajukan permohonan cuti kepada Majelis Pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
Pasal 29
(1)
Surat
keterangan izin cuti paling sedikit memuat:
a.
nama
Notaris;
b.
tanggal
mulai dan berakhirnya cuti; dan
c.
nama
Notaris Pengganti disertai dokumen yang mendukung Notaris Pengganti tersebut
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2)
Tembusan
surat keterangan izin cuti dari Majelis Pengawas Daerah disampaikan kepada
Menteri, Majelis Pengawas Pusat, dan Majelis Pengawas Wilayah.
(3)
Tembusan
surat keterangan izin cuti dari Majelis Pengawas Wilayah disampaikan kepada Menteri dan Majelis Pengawas Pusat.
(4)
Tembusan
surat keterangan izin cuti dari Menteri disampaikan kepada Majelis Pengawas
Pusat, Majelis Pengawas Wilayah, dan Majelis Pengawas Daerah.
Pasal 30
(1)
Menteri
atau pejabat yang ditunjuk berwenang mengeluarkan sertifikat cuti.
(2)
Sertifikat
cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data pengambilan cuti.
(3)
Data
pengambilan cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat oleh Majelis
Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
(4)
Pada
setiap permohonan cuti dilampirkan sertifikat cuti sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(5)
Menteri
atau pejabat yang ditunjuk dapat mengeluarkan
duplikat sertifikat cuti atas sertifikat cuti yang sudah tidak dapat digunakan
atau hilang, dengan permohonan Notaris yang bersangkutan.
Pasal
31
(1)
Permohonan
cuti dapat ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan
cuti.
(2)
Penolakan
permohonan cuti harus disertai alasan penolakan.
(3)
Penolakan
permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Daerah dapat diajukan banding kepada
Majelis Pengawas Wilayah.
(4)
Penolakan
permohonan cuti oleh Majelis Pengawas Wilayah dapat diajukan banding kepada
Majelis Pengawas Pusat.
Pasal
32
(1)
Notaris
yang menjalankan cuti wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris
Pengganti.
(2)
Notaris
Pengganti menyerahkan kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti
berakhir.
(3)
Serah
terima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara
dan disampaikan kepada Majelis Pengawas
Wilayah.
Bagian Kedua Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris
Pasal
33
(1)
Syarat
untuk dapat diangkat menjadi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris adalah warga negara Indonesia yang berijazah sarjana
hukum dan telah bekerja sebagai karyawan kantor
Notaris paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2)
Ketentuan
yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan
Pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat
Sementara Notaris, kecuali Undang-Undang ini menentukan lain.
Pasal
34
(1)
Apabila
dalam satu wilayah jabatan hanya terdapat 1 (satu) Notaris, Majelis
Pengawas Daerah dapat menunjuk Notaris Pengganti Khusus yang berwenang untuk
membuat akta untuk kepentingan pribadi Notaris tersebut atau keluarganya.
(2)
Penunjukan
sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
disertai dengan serah terima Protokol Notaris.
(3)
Notaris
Pengganti Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diambil sumpah/janji
jabatan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 35
(1)
Apabila
Notaris meninggal dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus
keturunan semenda dua wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2)
Pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 7
(tujuh) hari kerja.
(3)
Apabila
Notaris meninggal dunia pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris
dijalankan oleh Notaris Pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
Notaris meninggal dunia.
(4)
Pejabat
Sementara Notaris menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal
dunia kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(5)
Pejabat
Sementara Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat membuat
akta atas namanya sendiri dan mempunyai Protokol Notaris.
BAB
VI HONORARIUM
Pasal 36
(1)
Notaris
berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan
sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Besarnya
honorarium yang diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai
sosiologis dari setiap akta yang dibuatnya.
(3)
Nilai
ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta
sebagai berikut:
a.
sampai
dengan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika
itu, honorarium yang diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b.
di
atas Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma
lima persen); atau
c.
di
atas Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) honorarium
yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para pihak,
tetapi tidak melebihi 1% (satu persen) dari objek yang dibuatkan aktanya.
(4)
Nilai
sosiologis ditentukan berdasarkan fungsi sosial dari objek setiap akta dengan
honorarium yang diterima paling besar Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah).
Pasal 37
Notaris wajib memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara
cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu.
BAB
VII AKTA NOTARIS
Bagian Pertama Bentuk dan Sifat Akta
Pasal 38
(1)
Setiap
akta Notaris terdiri atas:
a.
awal
akta atau kepala akta;
b.
badan
akta; dan
c.
akhir
atau penutup akta.
(2)
Awal
akta atau kepala akta memuat :
a.
judul
akta;
b.
nomor
akta;
c.
jam,
hari, tanggal, bulan, dan tahun; dan
d.
nama
lengkap dan tempat kedudukan Notaris.
(3)
Badan
akta memuat:
a.
nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan,
kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atau orang yang mereka
wakili;
b.
keterangan
mengenai kedudukan bertindak penghadap;
c.
isi
akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d.
nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4)
Akhir
atau penutup akta memuat:
a.
uraian
tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf l
atau Pasal 16 ayat (7);
b.
uraian
tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemahan akta
apabila ada;
c.
nama
lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat
tinggal dari tiap-tiap saksi akta; dan
d.
uraian
tentang tidak adanya perubahan yang terjadi dalam pembuatan
akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan,
pencoretan, atau penggantian.
(5) Akta Notaris Pengganti, Notaris
Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat
yang mengangkatnya.
Pasal 39
(1)
Penghadap
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
paling
sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
b.
cakap
melakukan perbuatan hukum.
(2)
Penghadap
harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang
saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 (delapan belas) tahun atau telah
menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua)
penghadap lainnya.
(3)
Pengenalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.
Pasal
40
(1)
Setiap
akta yang dibacakan oleh Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi,
kecuali peraturan perundang-undangan menentukan lain.
(2)
Saksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.
paling
sedikit berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah;
b.
cakap
melakukan perbuatan hukum;
c.
mengerti
bahasa yang digunakan dalam akta;
d.
dapat
membubuhkan tanda tangan dan paraf; dan
e.
tidak
mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas
atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan
derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
(3)
Saksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau
diperkenalkan kepada Notaris atau diterangkan tentang identitas dan
kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
(4)
Pengenalan
atau pernyataan tentang identitas dan kewenangan
saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.
Pasal 41
Apabila ketentuan dalam Pasal 39 dan Pasal 40 tidak dipenuhi, akta
tersebut hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
Pasal 42
(1)
Akta
Notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak
terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan.
(2)
Ruang
dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani,
kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Semua
bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam
akta, penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus
didahului dengan angka.
(4)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku bagi surat kuasa yang belum menyebutkan nama penerima kuasa.
Pasal 43
(1)
Akta
dibuat dalam bahasa Indonesia.
(2)
Dalam
hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib menerjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang
dimengerti oleh penghadap.
(3)
Apabila
Notaris tidak dapat menerjemahkan atau menjelaskannya, akta tersebut
diterjemahkan atau dijelaskan oleh seorang penerjemah resmi.
(4)
Akta
dapat dibuat dalam bahasa lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila
pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang-undang tidak menentukan
lain.
(5)
Dalam
hal akta dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Pasal 44
(1)
Segera
setelah akta dibacakan, akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap,
saksi, dan Notaris, kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan
tanda tangan dengan menyebutkan alasannya.
(2)
Alasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan secara tegas dalam akta.
(3)
Akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris, saksi, dan penerjemah resmi.
(4)
Pembacaan,
penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2), ayat (3), dan ayat
(5) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
Pasal 45
(1)
Dalam
hal penghadap mempunyai kepentingan hanya pada bagian tertentu dari akta, hanya
bagian akta tertentu tersebut yang dibacakan kepadanya.
(2)
Apabila
bagian tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan atau
dijelaskan, penghadap membubuhkan paraf dan tanda tangan pada bagian tersebut.
(3)
Pembacaan,
penerjemahan atau penjelasan, dan penandatanganan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
Pasal
46
(1)
Apabila
pada pembuatan pencatatan harta kekayaan atau berita acara mengenai suatu
perbuatan atau peristiwa, terdapat penghadap yang:
a.
menolak
membubuhkan tanda tangannya; atau
b.
tidak
hadir pada penutupan akta, sedangkan penghadap belum menandatangani akta
tersebut,
hal tersebut harus dinyatakan dalam akta
dan akta tersebut tetap merupakan akta otentik.
(2)
Penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan dalam akta dengan
mengemukakan alasannya.
Pasal 47
(1)
Surat
kuasa otentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta
yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di
bawah tangan wajib dilekatkan pada Minuta Akta.
(2)
Surat
kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta.
(3)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa telah dilekatkan pada akta yang
dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebut dinyatakan dalam akta.
Pasal 48
(1)
Isi
akta tidak boleh diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih,
penyisipan, pencoretan, atau penghapusan dan
menggantinya dengan yang lain.
(2)
Perubahan
atas akta berupa penambahan, penggantian, atau pencoretan dalam akta hanya sah
apabila perubahan tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.
Pasal 49
(1)
Setiap
perubahan atas akta dibuat di sisi kiri akta.
(2)
Apabila suatu perubahan tidak dapat dibuat di sisi kiri akta, perubahan
tersebut dibuat pada akhir akta, sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian
yang diubah atau dengan menyisipkan lembar tambahan.
(3)
Perubahan
yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan
tersebut batal.
Pasal 50
(1)
Apabila
dalam akta perlu dilakukan pencoretan kata, huruf, atau angka, hal tersebut
dilakukan demikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai
dengan yang tercantum semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret
dinyatakan pada sisi akta.
(2)
Pencoretan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh
penghadap, saksi, dan Notaris.
(3)
Apabila
terjadi perubahan lain terhadap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perubahan itu dilakukan pada sisi akta sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 49.
(4)
Pada
penutup setiap akta dinyatakan jumlah perubahan, pencoretan, dan penambahan.
Pasal 51
(1)
Notaris
berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang
terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani.
(2)
Pembetulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal
tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor akta berita
acara pembetulan.
(3)
Salinan
akta berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.
Pasal 52
(1) Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri,
istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan
Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan
lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan
derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan
derajat ketiga, serta menjadi pihak
untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan
kuasa.
(2)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang tersebut pada
ayat (1) kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan di muka
umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan
umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat
yang risalahnya dibuat oleh Notaris.
(3)
Pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan apabila akta itu
ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi
kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan
bunga kepada yang bersangkutan.
Pasal 53
Akta Notaris tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang
memberikan sesuatu hak dan/atau keuntungan bagi :
a.
Notaris,
istri atau suami Notaris;
b.
saksi,
istri atau suami saksi; atau
c.
orang
yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan
darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan sampai dengan derajat ketiga.
Bagian Kedua Grosse Akta, Salinan Akta,
dan Kutipan Akta
Pasal
54
Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi
akta, Grosse Akta, Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang
berkepentingan langsung pada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
(1)
Notaris
yang mengeluarkan Grosse Akta membuat catatan pada minuta akta mengenai
penerima Grosse Akta dan tanggal pengeluaran dan catatan tersebut
ditandatangani oleh Notaris.
(2)
Grosse
Akta pengakuan utang yang dibuat di hadapan Notaris adalah Salinan Akta yang
mempunyai kekuatan eksekutorial.
(3)
Grosse
Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada bagian kepala akta memuat frasa
"DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA",
dan pada bagian akhir atau penutup akta memuat frasa "diberikan sebagai
grosse pertama", dengan menyebutkan nama orang yang memintanya dan untuk
siapa grosse dikeluarkan serta tanggal pengeluarannya.
(4)
Grosse
Akta kedua dan selanjutnya hanya dapat diberikan kepada orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 berdasarkan penetapan pengadilan.
Pasal 56
(1)
Akta
originali, Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta yang dikeluarkan oleh
Notaris wajib dibubuhi teraan cap/stempel.
(2)
Teraan
cap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus pula dibubuhkan pada salinan
surat yang dilekatkan pada Minuta Akta.
(3)
Surat
di bawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan yang
didaftar dan pencocokan fotokopi oleh Notaris wajib diberi teraan cap/stempel serta paraf dan tanda tangan Notaris.
Pasal
57
Grosse Akta, Salinan Akta, Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat
di bawah tangan yang dilekatkan pada akta yang disimpan dalam Protokol
Notaris, hanya dapat dikeluarkan oleh Notaris
yang membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang Protokol Notaris yang sah.
Bagian Ketiga
Pembuatan,
Penyimpanan, dan Penyerahan Protokol Notaris
Pasal 58
(1)
Notaris
membuat daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang
disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain
yang diwajibkan oleh Undang-Undang ini.
(2)
Dalam
daftar akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat
semua akta yang dibuat oleh atau di hadapannya,
baik dalam bentuk Minuta Akta maupun originali, tanpa sela-sela kosong,
masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis tinta, dengan
mencantumkan nomor urut, nomor bulanan, tanggal, sifat akta, dan nama semua
orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai
kuasa orang lain.
(3)
Akta
yang dikeluarkan dalam bentuk originali yang dibuat dalam rangkap 2 (dua) atau
lebih pada saat yang sama, dicatat dalam daftar dengan satu nomor.
(4)
Setiap
halaman dalam daftar diberi nomor urut dan diparaf oleh Majelis Pengawas
Daerah, kecuali pada halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Majelis
Pengawas Daerah.
(5)
Pada
halaman sebelum halaman pertama dicantumkan keterangan tentang jumlah halaman daftar akta yang ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah.
(6)
Dalam
daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di bawah tangan
yang dibukukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat
surat di bawah tangan yang disahkan atau dibukukan, tanpa
sela-sela kosong, masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis
tinta, dengan mencantumkan nomor urut, tanggal, sifat surat, dan nama semua
orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
Pasal
59
(1)
Notaris
membuat daftar klapper untuk daftar akta dan daftar surat di bawah tangan yang
disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), disusun menurut abjad
dan dikerjakan setiap bulan.
(2)
Daftar
klapper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama
semua orang yang menghadap dengan menyebutkan di belakang tiap-tiap nama,
sifat, dan nomor akta, atau surat yang dicatat dalam daftar akta dan daftar
surat di bawah tangan.
Pasal
60
(1)
Akta
yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris Pengganti atau
Notaris Pengganti Khusus dicatat dalam daftar akta.
(2)
Surat
di bawah tangan yang disahkan dan surat di bawah tangan yang dibukukan, dicatat
dalam daftar surat di bawah tangan yang disahkan dan daftar surat di bawah
tangan yang dibukukan.
Pasal
61
(1)
Notaris,
secara sendiri atau melalui kuasanya, menyampaikan
secara tertulis salinan yang telah disahkannya dari daftar akta dan daftar lain
yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lama 15 (lima belas) hari pada bulan
berikutnya kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2)
Apabila
dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara
sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan hal tersebut secara tertulis kepada
Majelis Pengawas Daerah dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 62
Penyerahan
Protokol Notaris dilakukan dalam hal Notaris:
a.
meninggal
dunia;
b.
telah
berakhir masa jabatannya;
c.
minta
sendiri;
d.
tidak
mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai
Notaris secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
e.
diangkat
menjadi pejabat negara;
f.
pindah
wilayah jabatan;
g.
diberhentikan
sementara; atau
h.
diberhentikan
dengan tidak hormat.
Pasal
63
(1)
Penyerahan
Protokol sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tiga
puluh) hari dengan pembuatan berita acara penyerahan Protokol Notaris yang
ditandatangani oleh yang menyerahkan dan yang menerima Protokol Notaris.
(2)
Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62
huruf a, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada
Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.
(3)
Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang
ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah jika pemberhentian sementara lebih dari 3
(tiga) bulan.
(4)
Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d,
huruf f, atau huruf h, penyerahan Protokol Notaris
dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri atas usul
Majelis Pengawas Daerah.
(5)
Protokol
Notaris dari Notaris lain yang pada waktu penyerahannya berumur 25 (dua puluh
lima) tahun atau lebih diserahkan oleh Notaris penerima
Protokol Notaris kepada Majelis Pengawas Daerah.
Pasal
64
(1)
Protokol
Notaris dari Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara diserahkan kepada
Notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.
(2)
Notaris pemegang Protokol Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta.
Pasal
65
Notaris, Notaris Pengganti, Notaris
Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap
akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan
kepada pihak penyimpan Protokol Notaris.
BAB
VIII
PENGAMBILAN MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS
Pasal
66
(1)
Untuk
kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan
persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a.
mengambil
fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau
Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b.
memanggil
Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya
atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan
Notaris.
(2)
Pengambilan
fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dibuat berita acara penyerahan.
BAB
IX PENGAWASAN
Bagian Pertama Umum
Pasal 67
(1)
Pengawasan atas Notaris dilakukan oleh Menteri.
(2)
Dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
Majelis Pengawas.
(3)
Majelis
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang,
terdiri atas unsur:
a.
pemerintah
sebanyak 3 (tiga) orang;
b.
organisasi
Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c.
ahli/akademisi
sebanyak 3 (tiga) orang.
(4)
Dalam
hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam Majelis Pengawas diisi dari
unsur lain yang ditunjuk oleh Menteri.
(5)
Pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan
jabatan Notaris.
(6)
Ketentuan
mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
Pasal 68
Majelis
Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) terdiri atas:
a.
Majelis
Pengawas Daerah;
b.
Majelis
Pengawas Wilayah; dan
c.
Majelis
Pengawas Pusat.
Bagian
Kedua Majelis Pengawas Daerah
Pasal 69
(1)
Majelis
Pengawas Daerah dibentuk di kabupaten atau kota.
(2)
Keanggotaan
Majelis Pengawas Daerah terdiri atas unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 67 ayat (3).
(3)
Ketua
dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Masa
jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga)
tahun dan dapat diangkat kembali.
(5)
Majelis
Pengawas Daerah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam
Rapat Majelis Pengawas Daerah.
Pasal
...
-
40 -Pasal 70
Majelis Pengawas Daerah berwenang:
a.
menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
b.
melakukan
pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;
c.
memberikan
izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d.
menetapkan
Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;
e.
menentukan
tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol
Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;
f.
menunjuk
Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris
yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(4);
g.
menerima
laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris
atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan
h.
membuat
dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis
Pengawas Wilayah.
Pasal .
- 41 -Pasal 71
Majelis Pengawas Daerah berkewajiban:
a.
mencatat
pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan
tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah
tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir;
b.
membuat
berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah
setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris,
dan Majelis Pengawas Pusat;
c.
merahasiakan
isi akta dan hasil pemeriksaan;
d.
menerima
salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan
merahasiakannya;
e.
memeriksa
laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan
tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari,
dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan,
Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris.
f.
menyampaikan
permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti.
Bagian
Ketiga Majelis Pengawas Wilayah
Pasal
72
(1)
Majelis
Pengawas Wilayah dibentuk dan berkedudukan di ibukota provinsi.
(2)
Keanggotaan
Majelis Pengawas Wilayah terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
ayat (3).
(3)
Ketua
dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Masa
jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5)
Majelis
Pengawas Wilayah dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam
Rapat Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 73
(1)
Majelis Pengawas Wilayah berwenang:
a.
menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang
disampaikan melalui Majelis Pengawas Wilayah;
b.
memanggil
Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud
pada huruf a;
c.
memberikan
izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d.
memeriksa
dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang
diajukan oleh Notaris pelapor;
e.
memberikan
sanksi berupa teguran lisan atau tertulis;
f.
mengusulkan
pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa:
1)
pemberhentian
sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
2)
pemberhentian
dengan tidak hormat.
g.
membuat
berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada
huruf e dan huruf f.
(2)
Keputusan
Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat
final.
(3)
Terhadap
setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e
dan huruf f dibuatkan berita acara.
Pasal 74
(1)
Pemeriksaan
dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat
(1) huruf a bersifat tertutup untuk umum.
(2)
Notaris
berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas
Wilayah.
Pasal 75
Majelis
Pengawas Wilayah berkewajiban:
a.
menyampaikan
keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf
d, huruf e, dan huruf f kepada Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada
Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris; dan
b.
menyampaikan
pengajuan banding dari Notaris kepada Majelis Pengawas
Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti.
Bagian
Keempat Majelis Pengawas Pusat
Pasal 76
(1)
Majelis
Pengawas Pusat dibentuk dan berkedudukan di ibukota negara.
(2)
Keanggotaan
Majelis Pengawas Pusat terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67
ayat (3).
(3)
Ketua
dan Wakil Ketua Majelis Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh anggota
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Masa
jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas
Pusat adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali.
(5)
Majelis
Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang ditunjuk dalam
Rapat Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 77
Majelis Pengawas Pusat berwenang :
a.
menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap
penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b.
memanggil
Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
menjatuhkan
sanksi pemberhentian sementara; dan
d.
mengusulkan
pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.
Pasal 78
(1)
Pemeriksaan
dalam sidang Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a
bersifat terbuka untuk umum.
(2)
Notaris
berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat.
Pasal
79
Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 77 huruf a kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan
dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah
yang bersangkutan serta Organisasi Notaris.
Pasal 80
(1)
Selama
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, Majelis Pengawas Pusat
mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada Menteri.
(2)
Menteri
menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol Notaris dari Notaris yang diberhentikan sementara.
Pasal 81
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan
pemberhentian anggota, susunan organisasi dan tata kerja, serta tata cara
pemeriksaan Majelis Pengawas diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB X
ORGANISASI NOTARIS
Pasal
82
(1)
Notaris
berhimpun dalam satu wadah Organisasi Notaris.
(2)
Ketentuan
mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
Pasal 83
(1)
Organisasi
Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris.
(2)
Organisasi
Notaris memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri
dan Majelis Pengawas.
BAB
XI
KETENTUAN SANKSI
Pasal
84
Tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf
k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52
yang mengakibatkan suatu akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian
sebagai akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Pasal 85
Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 16 ayat
(1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d, Pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16
ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat
(1) huruf k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal
58, Pasal 59, dan/atau Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa:
a.
teguran
lisan;
b.
teguran
tertulis;
c.
pemberhentian
sementara;
d.
pemberhentian
dengan hormat; atau
e.
pemberhentian
dengan tidak hormat.
BAB
XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 86
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan jabatan Notaris tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.
Pasal 87
Notaris yang telah diangkat pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai
Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 88
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris yang sudah memenuhi
persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses
penyelesaian, tetap diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang lama.
Pasal 89
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, Kode Etik Notaris yang sudah ada tetap berlaku sampai ditetapkan Kode
Etik Notaris yang baru berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 90
Lulusan pendidikan Spesialis Notariat
yang belum diangkat sebagai Notaris pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku
tetap dapat diangkat menjadi Notaris menurut Undang-Undang ini.
BAB XIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Pada
saat Undang-Undang ini mulai berlaku :
1.
Reglement
op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1945
Nomor 101;
2.
Ordonantie
16 September 1931 tentang Honorarium
Notaris;
3.
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran
Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);
4.
Pasal
54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan
5.
Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris,
dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 92
Undang-Undang ini mulai berlaku
pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan
di Jakarta
pada
tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
MEGAWATI
SOEKARNOPUTRI
Diundangkan
di Jakarta
pada
tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS
NEGARA
REPUBLIK
INDONESIA,
BAMBANG
KESOWO
LEMBARAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 117
PENJELASAN ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
I.
UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum menuntut, antara lain, bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat
memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban
seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam
setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan
bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan
lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin
meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun global. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian sengketa tersebut, akta otentik yang
merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata
bagi penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Notaris adalah pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu
tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka
menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik
yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh
pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi
kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan
sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan
para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan
bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan
sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara
membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses
terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang
terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi
Akta Notaris yang akan ditandatanganinya. Peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang Jabatan Notaris yang kini berlaku sebagian besar masih
didasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman kolonial
Hindia Belanda dan sebagian lagi merupakan peraturan perundang-undangan
nasional, yaitu:
1.
Reglement
Op Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran Negara Tahun 1954
Nomor 101;
2.
Ordonantie
16 September 1931 tentang Honorarium
Notaris;
3.
Undang-Undang
Nomor 33 Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara
Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara
Nomor
700);
4.
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4379); dan
5.
Peraturan
Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.
Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara
menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan
notaris sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua
penduduk di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan
unifikasi hukum di bidang kenotariatan tersebut, dibentuk Undang-Undang tentang Jabatan Notaris.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum yang
dijabat oleh Notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh
atau di hadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat
bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, dalam Undang-Undang ini diatur
tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, Grosse Akta,
dan Salinan Akta, maupun Kutipan Akta Notaris.
Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh,
apa yang dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang
berkepentingan dapat membuktikan hal yang sebaliknya secara memuaskan di
hadapan persidangan pengadilan. Fungsi Notaris di luar pembuatan akta otentik diatur untuk pertama kalinya secara komprehensif dalam
Undang-Undang ini. Demikian pula ketentuan tentang pengawasan terhadap
pelaksanaan jabatan Notaris dilakukan dengan mengikutsertakan pihak
ahli/akademisi, di samping Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan serta Organisasi Notaris.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum
yang lebih baik bagi masyarakat.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal
1
Cukup jelas.
Pasal
2
Cukup jelas.
Pasal
3
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf
c
Cukup
jelas.
Huruf
d
Yang dimaksud dengan "sehat jasmani
dan rohani" adalah mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan
wewenang dan kewajiban sebagai Notaris.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Yang dimaksud dengan "prakarsa sendiri" adalah bahwa calon
notaris dapat memilih sendiri di kantor yang diinginkan dengan tetap
mendapatkan rekomendasi dari Organisasi Notaris.
Huruf
g
Yang dimaksud dengan
"pegawai negeri" dan "pejabat negara" adalah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Yang dimaksud
dengan "advokat" adalah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pasal
4
Cukup jelas.
Pasal
5
Cukup jelas.
Pasal
6
Cukup jelas.
Pasal
7
Huruf
a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk mengetahui Notaris yang bersangkutan telah melaksanakan
tugasnya dengan nyata.
Pasal
8
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Cukup jelas. Huruf d
Ketidakmampuan
secara rohani dan/atau jasmani secara terus menerus dalam ketentuan ini
dibuktikan dengan surat keterangan dokter ahli. Huruf e
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Pasal
9
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Yang
dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" adalah melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma
adat. Huruf d
Cukup
jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan "secara
berjenjang" dalam ketentuan ini dimulai dari Majelis
Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah, sampai dengan Majelis Pengawas
Pusat.
Cukup
jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk
menghindari pertentangan kepentingan karena sebagai Notaris, ia bersifat
mandiri dan berkewajiban tidak
|
berpihak.
|
Ayat
|
(2)
|
|
Cukup jelas.
|
Ayat
|
(3)
|
|
Cukup jelas.
|
Ayat
|
(4)
|
|
Cukup jelas.
|
Ayat
|
(5)
|
|
Cukup jelas.
|
Ayat
|
(6)
|
|
Cukup jelas.
|
Pasal 12
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Yang
dimaksud dengan "perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat"
misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba, dan berzina. Huruf d
Yang dimaksud dengan "pelanggaran
berat" adalah tidak memenuhi kewajiban dan melanggar larangan jabatan
Notaris.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas. Pasal 15
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Huruf
a
Ketentuan
ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan
yang
dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak di
atas
kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam
buku khusus yang disediakan oleh Notaris. Huruf b
Cukup
jelas. Huruf c
Cukup
jelas. Huruf d
Cukup
jelas. Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup
jelas. Huruf g
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf
a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan
untuk menjaga keotentikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk
aslinya, sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan,
atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya.
Huruf
c
Grosse Akta yang dikeluarkan berdasarkan
ketentuan ini adalah Grosse pertama, sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas
perintah pengadilan.
Huruf
d
Yang dimaksud dengan "alasan untuk
menolaknya" adalah alasan yang mengakibatkan Notaris tidak
berpihak, seperti adanya hubungan darah atau semenda dengan Notaris sendiri
atau dengan suami/istrinya, salah satu pihak tidak mempunyai kemampuan
bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal lain yang tidak dibolehkan oleh
undang-undang.
Huruf
e
Kewajiban untuk merahasiakan segala
sesuatu yang berhubungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk
melindungi kepentingan semua pihak yang terkait dengan akta tersebut.
Huruf
f
Akta dan surat yang dibuat notaris
sebagai dokumen resmi bersifat otentik memerlukan
pengamanan baik terhadap akta itu sendiri maupun terhadap isinya untuk mencegah
penyalahgunaan secara tidak bertanggung jawab.
Huruf
g
Cukup jelas. Huruf h
Kewajiban yang diatur dalam ketentuan ini
adalah penting untuk memberi jaminan perlindungan terhadap kepentingan ahli
waris, yang setiap saat dapat dilakukan penelusuran atau pelacakan akan
kebenaran dari suatu akta wasiat yang telah dibuat di hadapan Notaris.
Huruf
i
Cukup
jelas.
Huruf
j
Pencatatan dalam repertorium dilakukan
pada hari pengiriman, hal ini penting untuk membuktikan bahwa kewajiban Notaris
sebagaimana dimaksud dalam huruf f dan huruf g telah dilaksanakan.
Huruf
k
Cukup
jelas.
Huruf
l
Bahwa
Notaris harus hadir secara fisik dan menandatangani akta di hadapan
penghadap dan saksi. Huruf m
Penerimaan magang calon Notaris berarti
mempersiapkan calon Notaris agar mampu menjadi Notaris yang profesional.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas.
Ayat
(5)
Cukup
jelas.
Cukup
jelas.
Ayat
(8)
Cukup
jelas.
Ayat
(9)
Cukup
jelas.
Pasal
17
Larangan
ini dimaksudkan untuk
menjamin kepentingan masyarakat yang memerlukan jasa Notaris.
Huruf a
Larangan
dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat
dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar Notaris dalam
menjalankan jabatannya.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf
c
Lihat Penjelasan Pasal 3 huruf g. Huruf d
Lihat Penjelasan Pasal 3 huruf g. Huruf e
Lihat
penjelasan Pasal 3 huruf g.
Huruf
f
Cukup
jelas.
Huruf
g
Cukup jelas. Huruf h
Larangan
menjadi "Notaris Pengganti" berlaku untuk Notaris yang belum
menjalankan jabatannya, Notaris yang sedang menjalani cuti,
dan Notaris yang dalam proses pindah wilayah jabatannya.
Huruf
i
Cukup
jelas.
Pasal
18
Cukup jelas.
Pasal
19
Ayat
(1)
Dengan hanya mempunyai satu kantor,
berarti Notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk
lainnya.
Ayat
(2)
Akta Notaris sedapat-dapatnya
dilangsungkan di kantor Notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu.
Pasal
20
Ayat
(1)
Yang dimaksud dengan "perserikatan
perdata" dalam ketentuan ini adalah kantor bersama Notaris.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
21
Formasi adalah kebutuhan akan
pengisian jabatan Notaris.
Ketentuan mengenai Formasi Jabatan Notaris berlaku baik untuk
pengangkatan pertama kali maupun pindah wilayah jabatan Notaris.
Pasal 23
Ayat
(1)
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kabupaten atau kota tertentu" dalam
ketentuan ini adalah kabupaten atau kota tempat Notaris melaksanakan tugas
jabatan Notaris pada saat pengajuan permohonan pindah wilayah jabatan Notaris.
Ayat
(3)
Yang dimaksud dengan
"rekomendasi" dalam ketentuan ini hanya menyangkut kondite atas
prestasi kerja Notaris.
Ayat
(4)
Cukup
jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal
24
Yang dimaksud dengan "keadaan
tertentu" antara lain karena bencana alam, keamanan, dan hal lainnya
menurut pertimbangan kemanusiaan.
Pasal
25
Cukup jelas.
Pasal
26
Ayat
(1)
"Pengambilan cuti setiap tahun" dalam ayat ini tidak
mengurangi hak Notaris untuk mengambil cuti lebih dari 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Cukup
jelas.
Pasal
27
Cukup jelas.
Pasal
28
Yang dimaksud dengan "keadaan
mendesak" adalah apabila seorang Notaris tidak mempunyai kesempatan
mengajukan permohonan cuti karena berhalangan sementara.
Pasal
29
Ayat
(1)
Huruf
a
Cukup jelas. Huruf b
Cukup jelas. Huruf c
Dokumen yang mendukung
Notaris Pengganti adalah sebagai berikut:
1.
fotokopi
ijazah paling rendah sarjana hukum yang disahkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan;
2.
fotokopi
kartu tanda penduduk yang disahkan oleh Notaris;
3.
fotokopi
akta kelahiran yang disahkan oleh Notaris;
4.
fotokopi
akta perkawinan bagi yang sudah kawin yang disahkan oleh Notaris;
5.
surat
keterangan kelakuan baik dari kepolisian setempat;
6.
surat
keterangan sehat dari dokter pemerintah;
7.
pasfoto
terbaru berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 4 (empat) lembar; dan
8.
daftar riwayat hidup.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup
jelas. Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini, "Pejabat Sementara Notaris"
bertanggung jawab sendiri atas semua hal yang dilakukannya dalam menjalankan
tugas dan jabatannya.
Ayat (5)
Cukup
jelas. Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Akta yang mempunyai fungsi sosial, misalnya, akta pendirian yayasan,
akta pendirian sekolah, akta tanah wakaf, akta pendirian rumah ibadah, atau
akta pendirian rumah sakit.
Pasal 37 Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "kedudukan
bertindak penghadap" adalah dasar hukum bertindak.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat
(2)
Yang dimaksud dengan "digaris" dalam ketentuan ini adalah
untuk menyatakan bahwa ruang atau sela kosong dalam akta tidak digunakan lagi.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat
(4)
Cukup jelas.
Pasal
43
Ayat
(1)
Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah bahasa
Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.
Ayat
(2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Yang dimaksud dengan "penerjemah resmi" adalah penerjemah
yang disumpah.
Ayat
(4)
Yang dimaksud dengan
"pihak yang berkepentingan" adalah penghadap atau pihak yang diwakili
oleh penghadap.
Ayat
(5)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas. Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "15 (lima belas) hari" adalah dihitung
dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 15.
Ayat (2)
Cukup
jelas.
Pasal
62
Protokol Notaris terdiri atas:
a.
minuta
Akta;
b.
buku
daftar akta atau repertorium;
c.
buku
daftar akta di bawah tangan yang penandatanganannya dilakukan di hadapan
Notaris atau akta di bawah tangan yang didaftar;
d.
buku
daftar nama penghadap atau klapper;
e.
buku
daftar protes;
f.
buku
daftar wasiat; dan
g.
buku
daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "pengawasan" dalam ketentuan ini
termasuk pembinaan yang dilakukan oleh Menteri terhadap Notaris.
Ayat
(2)
Cukup
jelas.
Ayat
(3)
Huruf
a
Unsur pemerintah ditentukan oleh Menteri.
Huruf b
Cukup
jelas. Huruf c
Yang dimaksud dengan
"ahli/akademisi" dalam ketentuan ini adalah ahli/akademisi di bidang
hukum.
Ayat
|
(4)
|
|
|
Cukup
|
jelas.
|
Ayat
|
(5)
|
|
|
Cukup
|
jelas.
|
Ayat
|
(6)
|
|
|
Cukup
|
jelas.
|
Pasal
68
Cukup jelas.
Pasal
69
Cukup jelas.
Pasal
70
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf
b
Cukup
jelas.
Huruf
c
Cukup jelas. Huruf d
Cukup
jelas.
Huruf
e
Cukup
jelas.
Huruf
f
Cukup
jelas.
Huruf
g
Yang
dimaksud dengan "laporan dari masyarakat" termasuk laporan dari
Notaris lain. Huruf h
Cukup
jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "bersifat
final" adalah mengikat dan tidak dapat diajukan banding kepada Majelis
Pengawas Pusat.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Sanksi yang dikenakan kepada Notaris
berlaku juga bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat
Sementara Notaris.
Pasal
85
Cukup jelas.
Pasal
86
Cukup jelas.
Pasal
87
Cukup jelas.
Pasal
88
Cukup jelas.
Pasal
89
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4432
No comments:
Post a Comment